Tahun 2024 menjadi tahun penuh tantangan bagi sektor maritim Indonesia ditandai oleh berbagai dinamika geopolitik,…
11 Views
Tahun 2024 menjadi periode penuh harapan bagi perusahaan teknologi dan startup Indonesia dari berbagai subsektor usai menghadapi reli panjang “musim dingin” atau tech winter yang berlangsung sejak beberapa tahun belakangan. Namun berdasarkan data Tech in Asia, tren penurunan investasi masih terus berlanjut hingga menjelang akhir tahun 2024.
Secara nilai, total investasi di sektor ini pada 2024 memang mencatat peningkatan dibanding 2023. Namun, dari jumlah kesepakatan investasi 2024 justru menurun dibandingkan 2023
Nilai investasi bisa bertumbuh lantaran adanya satu investasi yang nilainya menonjol dan signifikan yakni kesepakatan merger antara XL Axiata dan Smartfren yang mencapai US$6,5 miliar (sekitar Rp101 triliun) pada Desember.
Di samping itu, kabar seputar pemutusan hubungan kerja (PHK) massal juga masih mewarnai aksi efisiensi bisnis sejumlah perusahaan teknologi dan startup di Indonesia. Ditambah lagi, soal lesunya beberapa indikator industri di dalam negeri hingga penutupan operasional startup yang telah meraup dana investasi miliaran rupiah.
Namun, bukan berarti tidak ada kabar baik sepanjang 2024. Beberapa kabar yang jadi angin segar itu antara lain datang dari sejumlah “industri baru” yang mulai digandrungi investor hingga kemunculan berbagai inovasi berbasis teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang ramai dikembangkan para startup lokal.
Untuk memahami lebih lanjut, Tech in Asia merangkum pilihan peristiwa penting dan menarik terkait dengan ekosistem teknologi di Indonesia sepanjang 2024. Temukan insights dalam daftar selengkapnya di bawah ini!
Januari: Tumbangnya Zenius
Penutupan sementara operasional startup edtech Zenius mengawali pemberitaan ekosistem industri teknologi Indonesia pada awal Januari. Dalam keterangan tertulisnya, manajemen Zenius mengaku tengah mengalami tantangan operasional.
Padahal, Zenius diketahui telah berhasil mengumpulkan pendanaan dari investor mencapai total US$20 juta (sekitar Rp310 miliar) sejak pertama didirikan pada 2004. Investasi terakhir Zenius berasal dari MDI Ventures pada Maret 2022, dengan nominal yang tidak diungkapkan.
Pada Februari 2022, Zenius juga sempat mengakuisisi lembaga bimbingan belajar Primagama guna memperkuat strateginya dalam pembelajaran hybrid. Setelahnya, Zenius terus mengalami gejolak. Startupedtech itu pun sempat mengumumkan PHK hingga tiga gelombang sepanjang kurun 2022 hingga 2023.
Berdasarkan pengamatan Tech in Asia, laman Zenius mulai kembali aktif pada pertengahan 2024. Namun, belum ada keterangan resmi dari manajemen Zenius terkait hal ini.
Selain kabar tentang penutupan sementara operasional Zenius, simak juga pilihan informasi penting dan menarik lainnya sepanjang Januari 2024 di sini:
Februari: Konflik internal Investree
Memasuki bulan Februari, konflik internal yang dialami startup fintech lending Investree mencuri perhatian publik. Per akhir Januari 2024, manajemen Investree mendepak founder sekaligus CEO mereka, yakni Adrian Gunadi, usai diduga terlibat dalam kasus penggelapan dana yang merugikan perusahaan.
Manajemen Investree juga menyebut akan melakukan restrukturisasi dalam waktu sesegera mungkin usai pengumuman pemberhentian Adrian. Di samping itu, perusahaan mengaku bakal disuntik ekuitas baru dari investor.
Di tengah kisruh yang terus berlarut itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengumumkan mencabut izin usaha dan membubarkan Investree per 21 Oktober 2024.
Berdasarkan data yang dihimpun Tech in Asia, Investree telah berhasil meraih investasi mencapai US$48,5 juta (sekitar Rp775,8 miliar) sejak pertama kali didirikan pada 2015. Perusahaan ini terakhir kali mengantongi investasi strategis mencapai €220 juta (Rp3,6 triliun) usai mendirikan usaha patungan (joint venture/JV) bersama JTA International Holdings di Doha, Qatar.
Selain kabar tentang konflik internal hingga penutupan Investree, simak juga pilihan informasi penting dan menarik lainnya sepanjang Februari 2024 di sini:
Maret: Data pelanggan Biznet diretas
Kasus kebocoran data masih kembali terjadi pada 2024, kali ini dialami Biznet. Sebanyak 380.000 data pribadi milik pelanggan yang dihimpun oleh perusahaan penyedia layanan internet (internet service provider/ISP) itu dilaporkan telah diretas oleh pelaku yang mengaku sebagai karyawan internal perusahaan.
Dalam keterangan yang diunggah terduga pelaku di media sosial, aksi peretasan dilakukan sebagai bentuk protes terhadap pemberlakuan batas ambang kuota penggunaan internet atau fair usage policy (FUP) yang diterapkan Biznet kepada pelanggan sejak Februari 2024.
Meski begitu, manajemen Biznet bergeming terhadap “ancaman” yang dilakukan oleh si terduga peretas. Pada bulan yang sama, data pelanggan Biznet kembali bocor di forum dark web. Kali ini, jumlahnya sebanyak 154.091 unit data pelanggan yang diklaim berasal dari layanan Biznet Gio Cloud.
Selain kabar tentang kebocoran data pelanggan Biznet, simak juga pilihan informasi penting dan menarik lainnya sepanjang Maret 2024 di sini:
April: DailySocial PHK seluruh karyawan
Platform media online DailySocial melakukan PHK terhadap seluruh karyawannya per 30 April 2024. Berdasarkan informan yang mengetahui hal ini, keputusan tersebut ditempuh lantaran perusahaan terus mengalami kerugian dan kehabisan modal.
CEO DailySocial Rama Mamuaya menyebut, perusahaan tengah melakukan “periode transisi”. Untuk diketahui, DailySocial saat ini telah pivot dari media online menjadi perusahaan riset dan konsultasi yang berfokus pada AI dan berganti nama menjadi DiscoveryShift.
Sejak 2023, DailySocial telah mulai merambah sejumlah bisnis baru di luar media. Salah satunya adalah lengan usaha modal ventura bernama DS/X Ventures yang diperkenalkan pada Juni 2023.
Temukan data komprehensif terkait tren PHK secara regional pada 2024 dalam artikel berikut ini: Data tren PHK industri teknologi dari India, Cina, hingga Asia Tenggara.
Selain kabar tentang dinamika bisnis DailySocial, simak juga pilihan informasi penting dan menarik lainnya sepanjang April 2024 di sini:
Mei: eFishery diguyur hampir Rp500 M
eFishery mengantongi pendanaan senilai US$30 juta (sekitar Rp487,9 miliar) melalui skema utang (loan) dari HSBC Indonesia. CEO eFishery Gibran Huzaifah mengatakan, dana segar yang diperoleh akan dimanfaatkan untuk memperluas armada pemberi pakan berbasis internet of things (IoT) yang dikembangkannya kepada segmen nelayan dan pembudidaya ikan yang lebih luas di Indonesia.
Dalam kesepakatan ini, HSBC Indonesia juga bakal berpartisipasi sebagai koordinator pembiayaan berkelanjutan (sustainable finance coordinator) untuk eFishery. Upaya ini bertujuan membantu mengintegrasi aspek-aspek ESG (environmental, social, dan governance) dalam operasional bisnis eFishery.
Berdasarkan catatan Tech in Asia, ini bukan kali pertama bagi startup akuakultur itu menghimpun pendanaan berbasis utang. Pada 2022, eFishery telah berhasil mengantongi pinjaman US$32 juta (Rp500 miliar) dari DBS Indonesia. Kemudian pada 2023, nilai pinjaman yang diperoleh eFishery bahkan menembus US$70,8 juta (Rp1 triliun) dari bank asal Jepang, Norinchukin Bank.
Baca ulasan mendalam terkait strategi bisnis eFishery pada 2024 dalam artikel berikut ini: Upaya eFishery menyeimbangkan bisnis nasional dan global.
Selain kabar tentang pendanaan eFishery, simak juga pilihan informasi penting dan menarik lainnya sepanjang Mei 2024 di sini:
Juni: Blibli caplok Dekoruma senilai triliunan
Blibli mengakuisisi penuh Dekoruma seharga Rp1,16 triliun. Lewat aksi ini, platform e-commerce itu praktis memperkuat layanannya untuk produk furnitur, termasuk bisnis jual-beli properti yang baru dikembangkan oleh Dekoruma.
Dirintis sejak 2015, Dekoruma terakhir kali menghimpun pendanaan Seri C senilai US$15 juta (sekitar Rp241 miliar) pada Agustus 2021. Dalam ronde tersebut, Blibli merupakan salah satu investor yang terlibat bersama dengan investor lainnya seperti Nexter Ventures, Beenext, dan OCBC Ventura.
Baca ulasan komprehensif terkait aksi Blibli ini dalam artikel berikut: Membaca tren bisnis ritel furnitur usai Blibli akuisisi Dekoruma.
Selain kabar tentang akuisisi Dekoruma, simak juga pilihan informasi penting dan menarik lainnya sepanjang Juni 2024 di sini:
Juli: Tokopedia NOW! ditutup
Pada Juli 2024 ini, penutupan layanan Tokopedia Now! menambah panjang deretan pelaku quick commerce dan e-grocery yang menghadapi sulitnya dinamika perubahan pasar pasca-pandemi. Belum jelas alasan Tokopedia menutup fitur yang telah diluncurkan sejak 2021 itu.
Adapun pada bulan sebelumnya, Tokopedia juga telah melakukan PHK terhadap 450 karyawannya. Aksi ini dilakukan dalam upaya efisiensi struktur perusahaan, sebagaimana disebutkan oleh manajemen Tokopedia.
Tokopedia resmi merger dengan TikTok Shop per Januari 2024. Dari segi struktur, TikTok bakal menginvestasikan modal sebesar US$1,5 miliar (Rp23,4 triliun) untuk entitas hasil mergernya dengan Tokopedia. Selain itu, TikTok sekaligus menggenggam 75 persen saham kepemilikan dan mempertahankan platform belanja online TikTok Shop di Indonesia.
Baca laporan mendalam terkait sektor quick commerce Indonesia pada 2024 dalam artikel berikut: Tanda bahaya sektor quick commerce dari tumbangnya Tokopedia NOW!
Selain kabar tentang dinamika bisnis Tokopedia usai merger dengan TikTok Shop, simak juga pilihan informasi penting dan menarik lainnya sepanjang Juli 2024 di sini:
Agustus: Tren M&A melonjak
Tech in Asia menyoroti tren aktivitas konsolidasi startup berupa merger dan akuisisi (M&A) meningkat sepanjang 2024 berjalan, terutama pada Agustus. Secara jumlah, terdapat total 21 kesepakatan M&A per 15 Agustus 2024.
Konsolidasi antar-pemain dari sektor finansial mendominasi tren ini. Sedangkan, nilai investasi terbesar yang terungkap dicatatkan oleh aksi akuisisi Blibli terhadap Dekoruma yakni mencapai Rp1,16 triliun.
Pengamat menilai, meningkatnya tren M&A startup di Indonesia merupakan bagian dari strategi bertahan di masa tech winter ini. Ketua Kompartemen IoT & Greentech AMVESINDO Alexander Ludy telah memprediksi hal ini sejak akhir 2023 atas dasar riwayat aksi efisiensi bisnis yang banyak dilakukan startup pada tahun sebelumnya.
Baca ulasan mendalam terkait tren M&A pada 2024 selengkapnya dalam artikel berikut ini: Menggali tren M&A startup dan perusahaan teknologi Indonesia pada 2024.
Selain kabar tentang tren M&A startup Indonesia, simak juga pilihan informasi penting dan menarik lainnya sepanjang Agustus 2024 di sini:
September: Gojek pamit dari Vietnam
GoTo menutup operasional Go-Viet per 16 September 2024. Untuk diketahui, GoTo yang kala itu masih di bawah bendera Gojek melakukan ekspansi ke Vietnam sejak 2018. Ini merupakan negara tujuan pertama Gojek dalam melebarkan bisnisnya ke luar negeri.
Manajemen GoTo mengungkap, bisnis Gojek di Vietnam itu hanya berkontribusi kurang dari 0,5 persen dari nilai transaksi bruto (gross transaction value/GTV) grup pada 2024. Efisiensi ini diklaim tidak akan berdampak negatif dan dilakukan guna mendorong pertumbuhan bisnis GoTo dalam jangka panjang.
Selain Vietnam, GoTo melalui layanan on-demand service Gojek juga sempat hadir di Thailand. Namun pada 2021, Gojek mundur setelah layanan perusahaan bernama GET itu diakuisisi oleh maskapai penerbangan asal Malaysia, AirAsia, dengan total nilai US$50 juta (sekitar Rp724 miliar).
Saat ini, satu-satunya pasar di luar Indonesia yang masih dipertahankan GoTo adalah Singapura. Di sana pun, GoTo tampaknya harus menghadapi persaingan sengit serta dominasi dari para pemain besar seperti Grab, ComfortDelGro, dan Tada.
Baca ulasan mendalam terkait dinamika bisnis GoTo di luar negeri dalam laporan berikut ini: Gojek berjaya di negeri sendiri, tapi kalah saat ekspansi.
Selain kabar tentang penutupan Go-Viet, simak juga pilihan informasi penting dan menarik lainnya sepanjang September 2024 di sini:
Oktober: Jalan terjal Temu
Selain larangan penjualan iPhone 16, “penjegalan” platform e-commerce factory-to-consumer (F2M) Temu juga meramaikan pemberitaan sektor teknologi Indonesia pada bulan Oktober 2024. Salah satu alasannya, kehadiran Temu dikhawatirkan bakal merusak pasar domestik dengan harga produk-produk yang lebih murah dibanding produsen lokal.
Per 9 Oktober 2024, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) resmi memblokir situs Temu dengan alasan ketiadaan platform itu dalam daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE).
Upaya penjegalan ini sudah ramai diperbincangkan sejak Q2 2024 usai Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menegaskan bahwa pemerintah Indonesia memiliki kepentingan untuk melindungi industri dalam negeri, terutama manufaktur dan UMKM. Model bisnis Temu disebutkan tak selaras dengan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan.
Baca ulasan selengkapnya terkait model bisnis Temu dalam artikel berikut ini: Mungkinkah Temu mendisrupsi pasar e-commerce Indonesia?
Selain kabar tentang pelarangan Temu di Indonesia, simak juga pilihan informasi penting dan menarik lainnya sepanjang Oktober 2024 di sini:
November: Nasib e-commerce kini
Kinerja keuangan sejumlah pemain besar e-commerce Indonesia tak kunjung berhasil mencatat laba per Q3 2024, meskipun nilainya terus menyusut dari waktu ke waktu. Sejumlah strategi dan dinamika bisnis mewarnai pemberitaan GoTo, Bukalapak, dan Blibli hingga periode bulan November 2024.
Di sisi lain, laporan tahunan dari Google, Temasek, dan Bain & Company juga terus “mengoreksi” dengan memangkas turun prediksi nilai penjualan bruto (gross merchandise value/GMV) sektor ini di Indonesia tiap tahun.
Dalam proyeksi sebelumnya, laporan itu memperkirakan GMV e-commerce di Indonesia sebesar US$160 miliar (Rp2,5 kuadriliun) pada 203o. Namun laporan yang dirilis per 2024, proyeksinya menyusut menjadi US$150 miliar (Rp2,4 kuadriliun) pada tahun yang sama.
Baca lebih lanjut terkait masa depan industri e-commerce di Indonesia dalam artikel berikut ini: Memudarnya kilau sektor e-commerce di Indonesia.Selain kabar tentang dinamika industri e-commerce Indonesia, simak juga pilihan informasi penting dan menarik lainnya sepanjang November 2024 di sini:
Desember: Merger XL dan Smartfren
Axiata Group dari Malaysia dan Sinar Mas Group dari Indonesia resmi mengumumkan merger dengan nilai kesepakatan jumbo mencapai US$6,5 miliar (sekitar Rp101 triliun) pada 11 Desember 2024. Keduanya akan membentuk entitas baru bernama XLSmart di Indonesia.
Penggabungan ini juga bertujuan mendorong ekspansi layanan 5G, meningkatkan inovasi AI, serta memperkuat kualitas jaringan. Axiata dan Sinar Mas akan menjadi pemegang saham pengendali dalam entitas baru itu, dengan porsi masing-masing 34,8 persen.
Jika dikalkulasi, kedua operator seluler itu diperkirakan memiliki 94,5 juta pelanggan. Ini artinya, XLSmart akan menggenggam sekitar 27 persen pangsa pasar dengan proyeksi pendapatan proforma sebesar Rp45,4 triliun dan laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) lebih dari Rp22,4 triliun per tahun.
Baca analisis dan pandangan pengamat mengenai aksi merger jumbo ini dalam artikel berikut: Axiata Group dan Sinar Mas merger Rp101 triliun bentuk XLSmart.
Selain kabar tentang merger XL dan Smartfren, simak juga pilihan informasi penting dan menarik lainnya sepanjang Desember 2024 di sini: